.jpg)
Penjaga gawang Manchester United (MU) David de Gea dianggap sebagai pembeda hasil akhir laga melawan Tottenham Hotspur di Stadion Wembley, Senin (14/1). Aksi De Gea seperti menenggelamkan kejeniusan taktik Pelatih MU Ole Gunnar Solskjaer.
Padahal Solskjaer sudah berhasil menjawab keraguan tentang kemampuannya menghadapi tim besar. Ketika MU di bawah Jose Mourinho, musim ini tak pernah menang melawan anggota big five (Manchester City, Liverpool, Chelsea, Arsenal dan Tottenham), Solskjaer melakukannya.
Kemenangan membuat The Red Devils memutus rangkaian dua laga tak menang di kandang Tottenham. Tiga poin yang membuat pelatih berusia 45 tahun itu melewati rekor Matt Busby selama 73 tahun seusai mencatatkan enam kemenangan beruntun sebagai debutan di kursi pelatih The Red Devils.
Setan Merah kini masuk mulai meramaikan perebutan zona Liga Champions. Mereka hanya kalah agregat gol dari Arsenal dan lima angka dari Chelsea di zona terakhir Liga Champ ions. “Para pemain bermain sangat baik, timnya kuat sekarang, sangat kuat. Kami tahu bagai mana mengontrol permainan, menjaga bola, menciptakan peluang, dan itu sangat baik bagi kami. Ini adalah MU yang sebenarnya,” kata penjaga gawang MU De Gea dikutip situs resmi klub.
De Gea menegaskan, kemenangan timnya bukan faktor keberuntungan, tapi buah persiapan selama menjalani latihan di Dubai. Menurut dia, selama satu pekan di Dubai, timnya berlatih mencetak gol, serangan balik, dan melakukan transisi dengan cepat.
Hasilnya, gol Marcus Rashford pada menit ke-44 berawal dari umpan Paul Pogba. Meminjam istilah mantan pemain MU Gary Neville, di bawah Solskjaer, permainan timnya sama seperti lima atau sepuluh tahun lalu. Terutama dari sisi permainan. Bersama Solskjaer, The Red Devils melakukan counter attack dengan baik.
Contohnya saat melawan Tottenham. MU membiarkan lawan menguasai bola dan melakukan fast break dengan cepat. Strategi yang membuat MU hanya memiliki 40% penguasaan bola dan Tottenham mendominasi dengan 60%. Solskjaer juga sudah berhasil mengubah perspektif permainan timnya dari era Mourinho.
.gif)
Jika di bawah Mou, buildup serangan dibangun dari kiper ke bek dan gelandang jangkar dengan mengandalkan Nemanja Matic sebagai penyambung, kini tak terlihat lagi di era Solskjaer. Di bawah Solskjaer, membangun serangan dari bek langsung diberikan pada dua winger.
Sedangkan dua atau tiga gelandang tengah menaikkan tekanan mereka ke tengah. Pemain, terutama dua full back dan bek tengah, diberi izin membawa bola ke depan jika lawan bermain terlalu dalam.
Melawan Tottenham, keputusan Solskjaer mencadangkan Juan Mata dan Romelu Lukaku juga bukan tanpa alasan. Pelatih yang mencetak 237 caps saat menjadi pemain MU tersebut memilih Jesse Lingard, Rashford, dan Anthony Martial sebagai tiga penyerang karena dari awal ingin melakukan counter attack dengan menempatkan bola di belakang gelandang atau bek Tottenham.
Rashford yang dalam template awal sebagai penyerang tengah juga lebih banyak bermain melebar sehingga posisi striker dibiarkan kosong. Lingard juga lebih banyak bergerak turun, tapi tak pernah jauh dari Rashford untuk melakukan pingpong sekaligus menjadi link dengan pemain tengah, termasuk Pogba, Ander Herrera, atau bahkan Martial.
“Kami telah melakukan banyak pekerjaan dalam pelatihan tentang bagaimana memindahkan permainan dan hal-hal kecil seperti itu,” kata Rashford. Sedangkan Solskjaer memilih memberi pujian pada para pemainnya, termasuk barisan belakang dan penjaga gawang.
Menurut dia, MU bertahan dengan baik. Victor Lindelof dan Phil Jones sangat bagus sebagai bek tengah karena menghadapi penyerang, seperti Harry Kane, bukan pekerjaan mudah. “Pemain tengah kami Nemanja (Matic) dan Ander Herrera berada di depan mereka dan itu membuat pertahanan menjadi solid,” katanya.
Sementara itu, Pelatih Tottenham Mauricio Pochettino menilai timnya bermain bagus. Dia mengatakan, yang membedakan hasil akhir adalah penampilan De Gea. Selain itu, timnya juga harus kehilangan Moussa Sissoko membuat The Lilywhites kehilangan keseimbangan. Dia juga dibuat cemas dengan Kane yang mengalami cedera setelah mendapatkan tekel keras.
“Kami sedikit sial karena ketika anda berada di depan gawang, harus menjadi klinis. Hari ini, berikan penghargaan kepada De Gea, kami tidak klinis tetapi tim memainkan sepak bola luar biasa dan kami harus bangga dengan hal itu,” kata Pochettino.